Kisah Nyata Wanita yang Didurhakai Anak dan Dikhianati Suami

(Berdasarkan Kisah Nyata) Luangkan sedikit waktu untuk membaca.
Suamiku, Anak-anakku.. Saat Aku menua, beginikah balasanmu?
Kisah ini saya ceritakan berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh nenek yang tinggal di depan rumahku. Sebagai pengingat dan pelajaran bagi anak-anak dan suami.
Sebutlah namanya Ibu Aisyah, seorang nenek berusia 64 tahun. Beliau memiliki 8 orang anak laki-laki, 2 diantaranya telah meninggal dunia di masa kanak-kanaknya. Lantaran menikah di usia 15 tahun, kini beliau memiliki 5 orang cicit. Sungguh ramai, bukan? Jika hanya mendengarnya memang kita akan merasa betapa enaknya hidup nenek ini, memiliki banyak keturunan sehingga masa tuanya tidak diliputi dengan rasa sepi.


Tapi tunggu dulu, ceritaku baru dimulai. Kenyataan memang sangat pahit jika dibandingkan dengan apa yang ada di dalam pikiran. Ibu Aisyah tinggal seorang diri di rumah kecil lusuhnya. Kompleks kami termasuk kecil, hanya berisi total 14 rumah dan di lorong kami terdapat 6 rumah dan saling berhadapan. Diantara rumah yang saling berhadapan itu, hanya rumah ibu Aisyah yang sangat lusuh dan memprihatinkan, bahkan lampu teras dan ruang tamunya tidak menyala.

Suatu hari, saya mengetahui dari tetangga sebelah rumahku, bahwa pagi-pagi buta Ibu Aisyah datang ke sebelah untuk meminta air karena mesin airnya tidak menyala, setelah diperiksa ternyata mesin airnya tidak punya colokan ke listrik. Satu pun anaknya tidak ada yang berniat memperbaiki mesin air ibunya, sampai suamiku sendiri yang memperbaikinya.
Tadi siang, saat saya menjemur seprei bekas muntahan anakku di depan rumah, saya melihat sepasang suami istri mengetuk dengan sangar rumah nenek tersebut sambil memanggil, “Ummi… Ummii..” di tangan perempuan tersebut sudah ada kantongan berisi mie instan dan beberapa butir telur ayam. Sampai Ibu Aisyah membuka pintunya, si laki-laki sama sekali tidak turun dari motornya. SI nenek bertanya, “dimana obatku?” lalu si laki-laki menjawab tanpa menatap ibu Aisyah, “saya tidak tau, nanti saya tanyakan sama si A”. Lalu dengan terburu-buru sepasang suami istri itu pergi meninggalkan nenek tersebut. Belakangan saya tahu bahwa yang datang adalah anak Ibu Aisyah bersama istrinya.

Saya yang masih menjemur di luar lalu menyapa ibu Aisyah dan terjadilah perbincangan. Ibu Aisyah mengatakan padaku bahwa beliau alergi terhadap mie instan dan telur ayam. Badan beliau sering merasa gatal karena makanan itu, tapi anak-anaknya terus saja membawakan makanan itu dari hari-ke hari. Lagi ibu Aisyha mengatakan bahwa sesekali beliau ingin makan daging, tapi anak-anaknya tidak ada yang mau memberinya. Mendengarnya mengatakan itu, hati ini serasa hancur. Beruntung di Freezerku masih tersedia daging simpananku, yang kemudian kuolah untuknya menjadi daging tumis kecap. Berapa sih harga daging sehingga anak-anaknya tidak ada yang mau memberinya. Lalu mengapa ibu tua itu hanya dibawakan mie instan dan telur dan dibiarkan tinggal sendirian padahal beliau nyaris tak bisa berjalan karena kolestrol dan asam urat.

Saya sempat bertanya-tanya, dimana suami beliau? Saya mengira suaminya sudah meninggal dunia mendahuluinya, namun ternyata kenyataan memang jauh lebih pahit. Suaminya telah meninggalkannya tanpa status cerai dan memilih wanita lain yang lebih muda dengan alasan Ibu Aisyah tidak bisa memberinya anak perempuan. Lalu Ibu Aisyah mengalah pada takdir. Rumah mereka telah dijual dengan harga 1 milyar lebih dan si suami hanya membelikan rumah seharga 270jt tanpa perabotan sama sekali. Awalnya si suami berjanji akan membagi rata uang hasil penjualan rumah mereka, namun si suami ingkar janji! Dan yang terburuk, si anak ke 3 yang dipercaya ibu untuk mengurus surat rumah, ternyata mengatasnamakan rumah tersebut atas namanya pribadi, bukan nama ibunya. Sampai Debt collector Bank Man**** datang ke rumah Ibu Aisyha, ternyata rumah tersebut telah dijadikan jaminan di Bank.

Tadi siang saya masuk ke rumah beliau hanya untuk menemaninya bercerita sebagai penghilang sepinya. Kondisi di dalam rumahnya sangat parah melebihi kondisi di luar rumahnya. Beliau tidur hanya beralaskan selimut yang dilipat menjadi 4 bagian. Di dalam rumahnya hanya ada kipas angin, meja kayu tua dan 1 kursi plastkc serta televisi tabung tua. Di depan pintu belakangnya, ada kompor minyak tanah berukuran kecil dan berserakan kantongan plastik yang entah apa isinya.

Saya sedih sekali melihat kondisi ibu itu. Betapa kesepian masa tuanya. Saya bertanya padanya kenapa tidak tinggal bersama anaknya saja, tapi ternyata tidak satupun dari ke 6 anaknya yang ingin menampungnya. Bahkan memberinya makanan yang layakpun tidak.

Saat ini beliau sedang sakit dan tidak memiliki biaya untuk berobat. Saya menyarankannya untuk mengurus BPJS Kesehatan, namun ternyata tidak satupun anaknya yang mau menguruskannya. Saya bermaksud untuk menguruskan kartu BPJS tapi sayang sekali beliau tidak memiliki Kartu keluarga sendiri dan saat ini beliau menumpang di Kartu keluarga anaknya, tapi beliau sendiri tidak tau masuk di Kartu keluarga anaknya yang mana.
Astagfirullah…

Begitukah caramu memperlakukan ibu yang telah mengandungmu selama 9 bulan, menyapihmu hingga 2 tahun, mengurusmu hingga dewasa dan bahkan mencari nafkah untuk kalian?
Astagfirullah…

Begitukah caramu membalas istri yang meninggalkan keluarganya untuk megurusimu, melahirkan anak-anakmu dan mendukungmu di setiap tindakanmu?
Saya bertanya-tanya, bagaimana ibu tersebut bisa seikhlas itu. Bagaimana beliau masih sering berkata bahwa mungkin anak-anakku sibuk, kasihan anak-anakku, biarlah suamiku pergi dengan istrinya dan mengurusi anak-anaknya. Masih begitu besar rasa belas kasih ibu tersebut kepada anak-anaknya yang telah mendurhakainya, kepada suaminya yang telah mengkhianatinya.
Ya Allah.. hanya Engkau Dzat yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi. Surga untukmu ibu Aisyah. Mungkin di dunia engkau menderita, tapi Allah tidak buta. Allah Maha Membalas segalanya termasuk kesabaranmu.
Kendari, 27 November 2015
Fany Febriany

Berikan Komentarmu ^_^ Hindari iklan terselubung yaa..